SPEMDUTA – Terilhami setelah menguji disertasi pada mahasiswa Universitas Airlangga Surabaya, yang diujikan tentang Ilmu Komunikasi. Mahasiswa itu meneliti tentang media masa atau koran yang dulunya besar, namun sekarang sudah mulai turun pangsa pasar karena tidak melihat inovasi dan kefektifannya.
Hal itu disampiakn Dr Syamsul Sodiq MPd, dosen Universitas Negeri Surabaya saat (Unesa) saat menyampaikan materi Platform Merdeka Mengajar Kemendikbud kepada 43 guru SMP Muhammadiyah 2 Taman – Sidoarjo (Spemduta), Jumat (14/1/2023) siang.
“Tapi, sekarang yang tumbuh itu adalah korang-koran kecil, yang hanya didalamnya terdapat dua (2) hingga tiga (3) orang yang disitu satu orang mengerjakan 3 hingga 4 tugas didalamnya. Sebagai redaktur, sebagai pimred, juga sebagai wartawannya,” katanya.
Belajar dari PMM
Lebih lanjut, ia berfikir bahwa, dengan adanya model Platform Merdeka Mengajar (PMM), semua sekolah dipelosok tanah air bisa belajar apa saja selagi koneksi internet. Nah, jika sekolah Muhammadiyah yang sudah seperti sekarang ini, kemudian gurunya tidak mau update keilmuan, maka akan tergilas dengan sekolah-sekolah kecil yang gurunya mau berkembang.
Dosen Unesa itu saat ini masuk tim direktorat SMP Kementrian Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek), yang didalamnya membidangi media pembelajaran yang ada di SMP, baik berupa materi, asesmen dan sebagainya.
“Guru-guru kita harus tahu tentang itu dan isinya (PMM), jika itu menjadi sebuah standart guru nasional, dan kita tidak mau mempelajarinya, maka kita akan tertinggal dengan sendirinya,” pesan dia.
Keyakinan saya, sambung pria yang juga sebagai anggora Majelis Dikdasmen Pimpinan Cabang Muhammadiyah (PCM) Sepanjang mengungkapkan, guru-guru sekolah Muhammadiyah harus lebih bisa diatasnya.
“Tapi tidak hanya melihat, guru Muhammadiyah juga harus mempelajari, juga menelaah titik lemahnya dimana dari sebuah video tersebut. Kemudian, kita tutup dengan kebaikan yang ada di sekolah kita. Inysa Allah itu menjadi sebuah kemajuan bagi guru, dan sekolah Muhammadyah pada umumnya,” ungkapnya.
Analisis dengan Frayer
Pria yang pernah menjabat sebagai Pembantu Rektor 1 Universitas Muhammadiyah Surabaya itu juga mengatakan, dari video yang diatanyangkan, kemudia kita buat grafik frayer-nya. Apa saja yang sudah kita dapatkan dari melihat video tersebut.
“Misalnya, pada materi pembelajaran konstektual. Apa pembelajaran konstektual itu, kemudian kriterianya apa, contohnya seperti apa, dan yang bukan contohnya seperti apa. Sudah cukup, sementara kita belajar itu saja dulu,” katanya.
Jadi, guru setelah melihat video yang ada di PMM itu membuat Lembar Kerja melalui grafik yang dibuat. “Nantinya, setiap guru akan membuat contohnya apa yang sudah dilakukan di sekolah ini. Apa yang sudah kita lakukan, ini akan menjadi sebuah catatan baik untuk menuju guru yang bermutu dan berkemajuan,” ungkapnya.
Tulisan jadi Kado Manis Musycab PCM Sepanjang ke-16
Dia berpesan, ketika ada istilah guru penggerak, seharusnya guru Muhammadiyah itu sudah bergerak. “Sesuai dengan pikiran hemat saya, istilah gerak itu berasal dari Muhammadiyah, yakni Gerakan, dan sekarang gurunya harus bergerak mengikuti mode pendidikan jaman sekarang dan lebih maju,” pesannya.
Jangka pendekanya, setiap guru harus membuat tulisan dari analisis video yang sudah dilihat, kemudian ditambah 4 isi dari grafik frayer itu. Minimal 400 hingga 600 kata yang dituangkan dalam sebuah tulisan.
“Jika semuanya sudah terkumpul, kita coba edit, dan kemudian dibukukan. Inysa Allah ini akan menjadi kado manis di puncak Musyawarah Cabang (Musycab) ke-16 di Bali pada bulan Maret 2023 mendatang,” pungkasnya